Senior intelijen Amerika Serikat kepada NBC News mengatakan, terkait level kecanggihan teror, serangan di Prancis diduga bukan cara ISIS. Liputan6.com, Jakarta - Jumat 13 November 2015 malam, horor mencekam Paris. Serangan teror dilancarkan ke 6 titik di seantero Ibu Kota Prancis itu. Lebih dari 150 orang tewas, mayoritas korban ada di gedung konser Bataclan.
Teror itu dianggap sebagai kekerasan paling mematikan yang terjadi di Paris setelah Perang Dunia II. Belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Namun, menurut kelompok pelacak situs teroris, SITE Intelligence Group, sejumlah pendukung kelompok militan di Pakistan merayakan penyerangan di Paris.
Mereka menggunakan hashtag berbahasa Arab yang bisa diartikan menjadi, 'Paris on fire' dan 'Caliphate state strikes France'.
Menurut SITE, akun-akun media sosial para militan juga menyebarkan gambar-gambar serangan. Dan salah satu saluran pro-ISIS yang menuduh jet tempur untuk membom Suriah menuliskan, "Hari ini ia (Prancis) minum dari cangkir yang sama," demikian dimuat situs WGNTV. Sebuah idiom untuk 'pembalasan'.
Teror itu dianggap sebagai kekerasan paling mematikan yang terjadi di Paris setelah Perang Dunia II. Belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Namun, menurut kelompok pelacak situs teroris, SITE Intelligence Group, sejumlah pendukung kelompok militan di Pakistan merayakan penyerangan di Paris.
Mereka menggunakan hashtag berbahasa Arab yang bisa diartikan menjadi, 'Paris on fire' dan 'Caliphate state strikes France'.
Menurut SITE, akun-akun media sosial para militan juga menyebarkan gambar-gambar serangan. Dan salah satu saluran pro-ISIS yang menuduh jet tempur untuk membom Suriah menuliskan, "Hari ini ia (Prancis) minum dari cangkir yang sama," demikian dimuat situs WGNTV. Sebuah idiom untuk 'pembalasan'.